Tuntunan Rasulullah ketika Beranjak Tidur dan Bangun

Terkadang beliau tidur di atas kasur, terkadang di atas kulit yang sudah disamak, terkadang di atas tikar, terkadang di atas tanah, terkadang di atas dipan dan terkadang di atas kain hitam. Ubbad bin Tamim meriwayatkan dari pamannya, dia berkata, ”Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berbaring di masjid dengan meletakkan salah satu kaki di atas kaki yang lain.” (Ditakhrij Al-Bukhary dan Muslim).

Ketika beranjak ke tempat tidurnya, maka beliau mengucapkan doa,

tidur

Dengan nama-Mu ya Allah, aku hidup dan aku mati.” (Ditakhrij Al- Bukhary, Muslim dan At-Tirmidzy).

Beliau menjajarkan kedua telapak tangan lalu meniupnya seraya mengucapkan surat Al-lkhlas, Al-Falaq dan An-Nas. Setelah itu beliau mengusapkan telapak tangan ke seluruh tubuh yang memang bisa diusapnya. dimulai dari bagian kepala, lalu ke wajah lalu kebagian tubuh. Beliau melakukan hal ini tiga kali. Beliau tidur pada lambung kanan (dalam posisi miring ke kanan), meletakkan tangan kanan di bawah pipi kanan. Jika bangun tidur beliau mengucapkan,

bangun

Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah Dia mematikan kami dan kepada-Nya tempat kembali.” (Diriwayatkan Al-Bukhary, Muslim dan At-Tirmidzy).

Setelah itu beliau bersiwak. Terkadang beliau membaca sepuluh ayat dari akhir surat Ali Imran.

Beliau biasa tidur pada awal malam dan bangun pada akhir malam. Tapi terkadang juga tidak tidur pada awal malam karena melayani kemaslahatan orang-orang Muslim. Mata beliau tidur tapi hati beliau tidak tidur. Jika beliau tidur, tak seorang pun membangunkan beliau, sehingga beliau sendiri yang bangun.

Sumber: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Penerjemah: Kathur Suhardi. 2000. Mukhtashar Zadul-Ma’ad (Edisi Indonesia: Zaadul-Ma’ad Bekal Perjalanan Ke Akhirat). Jakarta: Pustaka Azzam. Halaman 9-10.

Tuntunan Rasulullah dalam Pernikahan dan Pergaulan di Tengah Keluarga

Diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dari hadits Anas, bahwa beliau bersabda,

wanita-minyak-wangi

“Yang dijadikan paling kucintai dari keduniaan kalian adalah wanita dan minyak wangi. Dan kesenangan hatiku dijadikan ada dalam shalat.” (Diriwayatkan An-Nasa’y, Ahmad dan Al-Hakim).

Beliau diberi kekuatan tiga puluh kali dalam jima’. Sehingga beliau pernah menggilir beberapa istri dalam satu malam. Allah memperbolehkan yang demikian ini bagi beliau, yang tidak diperbolehkan bagi yang lain dari umatnya. Tapi beliau tetap mengadakan pembagian di antara mereka dalam tempat tinggal dan nafkah.

Kehidupan beliau bersama para istri merupakan pergaulan yang amat baik, penuh dengan sajian akhlak yang mulia. Beliau pernah mengirim beberapa anak perempuan dari kalangan Anshar kepada Aisyah agar mereka bermain bersama. Jika Aisyah minum dari suatu gelas, maka beliau mengambil gelas itu dan ikut meminumnya pada bagian gelas yang diminum Aisyah. Beliau telentang dengan posisi kepala di pangkuan Aisyah sambil membaca Al-Quran. Padahal boleh jadi Aisyah sedang haid. Beliau menyuruh Aisyah untuk mengenakan kain karena dia sedang haid, lalu beliau mencumbunya. Beliau juga pernah memeluk Aisyah ketika beliau sedang berpuasa. Beliau pernah mengajak Aisyah adu lari, menonton berdua orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dekat masjid, sementara Aisyah bersandar di bahu beliau. Ini semua menunjukkan kelembutan dan kehalusan beliau dalam mempergauli istri. Jika hendak mengadakan perjalanan, maka beliau mengundi di antara istri-istrinya. Siapa yang undiannya keluar, maka dialah yang berhak menyertai perjalanan beliau. Karena itu beliau bersabda.

baik_keluarga

Sebaik-baik orang di antara kalian ialah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku.” (Diriwayatkan At-Tirmidzy dan Ibnu Hibban).

Seusai mengerjakan shalat ashar beliau berkeliling di antara istri-istrinya, untuk mengetahui keadaan mereka semua. Jika tiba malam hari, beliau berada di rumah salah seorang istri yang mendapat giliran. Aisyah berkata, “Beliau tidak melebihkan sebagian di antara kami atas sebagian yang lain dalam masalah membagi giliran bermalam. Hampir tak sehari pun melainkan beliau berkeliling di antara kami semua, mendekati setiap istri yang dikunjungi tanpa berjima’ dengannya hingga tiba di rumah istri terakhir yang menjadi giliran bermalam.”

Sumber: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Penerjemah: Kathur Suhardi. 2000. Mukhtashar Zadul-Ma’ad (Edisi Indonesia: Zaadul-Ma’ad Bekal Perjalanan Ke Akhirat). Jakarta: Pustaka Azzam. Halaman 8-9.

Tuntunan Rasulullah Saat Makan dan Minum

Petunjuk dan perilaku beliau saat makan dan minum tidak ada yang dipungkiri dan tidak ada yang hilang sia-sia. Apa pun yang disodorkan dari makanan yang baik, maka beliau memakannya, kecuali jika makanan itu kurang berkenan di hatinya, maka beliau meninggalkannya tanpa mengharamkannya. Beliau tidak pernah mencela suatu makanan pun. Jika berkenan, beliau memakannya, dan jika tidak berkenan. beliau membiarkannya, seperti daging biawak yang ditinggalkannya, karena beliau tidak biasa memakannya.

Beliau biasa memakan manisan dan madu, dan beliau menyukainya, pernah makan daging sapi, domba, ayam, burung, kelinci, ikan laut, makan daging yang dipanggang, korma basah dan kering, minum susu murni, adonan gandum, minum perahan korma, makan adonan air susu dan tepung, roti campur daging dan lain-lainnya. Beliau tidak menolak makanan yang baik dan tidak memaksakan diri untuk memakannya. Kebiasaan beliau ialah makan sekedarnya. Jika tidak mempunyai makanan, beliau bersabar, dan bahkan beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu, karena rasa lapar yang menyerangnya. Beliau tidak makan sambil telentang, entah telentang pada lambung, duduk seperti dalam tahiyat akhir, atau menumpukan satu tangan di lantai dan satunya lagi digunakan untuk makan. Ketiga cara ini tercela. Beliau biasa makan di lantai dengan beralaskan tikar, dan sekaligus sebagai tempat makannya.

Sebelum makan beliau mengucapkan tasmiyah dan seusai makan mengucapkan hamdalah. Ketika benar-benar sudah rampung, beliau mengucapkan doa,

makan2

Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik dan penuh barakah di dalamnya, tidak ditelantarkan dan dibiarkan serta dibutuhkan Rabb kami.” (Ditakhrij Al-Bukhary).

Sumber: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Penerjemah: Kathur Suhardi. 2000. Mukhtashar Zadul-Ma’ad (Edisi Indonesia: Zaadul-Ma’ad Bekal Perjalanan Ke Akhirat). Jakarta: Pustaka Azzam. Halaman 7-8.

KEHARUSAN MENGETAHUI PETUNJUK RASULULLAH

Dari sini dapat diketahui urgensi kebutuhan hamba yang tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk mengetahui petunjuk yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sebab tidak ada jalan untuk mendapatkan keberuntungan kecuali lewat petunjuk itu, yang baik dan yang buruk tidak bias dikenali secara terinci kecuali dari sisi petunjuk itu. Apapun kebutuhan yang datang dan apa pun urgensi yang muncul, maka urgensi hamba dan kebutuhannya terhadap rasul ini jauh lebih penting lagi.

Apa pendapatmu tentang orang yang engkau pun sudah putus asa untuk memberinya petunjuk? Tidak ada yang bisa merasakan hal ini kecuali hati yang hidup. Sebab orang yang mati tidak lagi merasakan sakit. Jika kebahagiaan tergantung kepada petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka siapa pun yang menginginkan keselamatan bagi dirinya harus mengenal dan mengetahui petunjuk, sirah dan keadaan beliau, agar dia terbebas dari jerat orang-orang yang bodoh. Dalam hal ini manusia ada yang menganggap sedikit, menganggap banyak dan ada pula yang sama sekali tidak mendapatkannya. Karunia hanya ada di Tangan Allah, yang diberikan kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya.

Diantara petunjuk/tuntunan Rasulullah dalam kitab Zaadul Ma’ad: Tuntunan Rasulullah Saat Makan dan Minum, Tuntunan Rasulullah dalam Pernikahan dan Pergaulan di Tengah Keluarga, Tuntunan Rasulullah ketika Beranjak Tidur dan Bangun, Tuntunan Rasulullah dalam Bermu’amalah, Tuntunan Rasulullah Saat Berjalan Sendirian atau Saat Berjalan Bersama Para Shahabat, Tuntunan Rasulullah dalam Buang Hajat, Tuntunan Rasulullah dalam Fitrah dan Segala Keragamannya, Tuntunan Rasulullah Saat Berkata, Diam, Tersenyum dan Menangis, Tuntunan Rasulullah dalam Ibadah, Muamalah dll.

Allah Mengkhususkan Diri-Nya dengan Kebaikan

Maksudnya, Allah memilih yang terbaik untuk segala jenis, lalu mengkhususkannya bagi Diri-Nya. Allah adalah baik dan tidak menyukai kecuali yang baik-baik, tidak menerima perkataan, amal dan shadaqah kecuali yang baik-baik. Dengan begitu dapat diketahui tanda kebahagiaan dan penderitaan hamba. Karena yang baik hanya cocok untuk yang baik pula. Orang yang baik hanya cocok untuk orang yang baik pula, yang hatinya tidak akan tenang kecuali dengan yang baik itu.

Allah mempunyai perkataan yang baik, dan tidak ada yang dapat naik kepada-Nya kecuali perkataan yang baik pula. Allah menghindar dari perkataan yang keji. dusta, ghibah, adu domba, pernyataan palsu dan segala perkataan yang tidak baik. Allah juga tidak menerima kecuali amal-amal yang baik. Amal-amal yang baik ini pasti memiliki visi yang sama antara fitrah yang lurus dan syariat para nabi dan yang sejalan dengan akal yang sehat, seperti menyembah Allah semata tanpa menyekutukan-Nya, mendahulukan keridhaan-Nya daripada hawa nafsunya, menyukai dan mengusahakannya, berbuat baik kepada sesama makhluk sesuai dengan kesanggupannya, berbuat bersama mereka seperti apa yang mereka sukai, disertai dengan akhlak yang baik, seperti murah hati, menjaga kehormatan diri, sabar, pengasih, memenuhi janji, jujur, lapang dada, tawadhu’ menjaga muka agar tidak tunduk kecuali hanya kepada Allah semata dan lain sebagainya.

Allah juga tidak memilih pernikahan kecuali yang paling baik di antaranya dan tidak memilih pendamping kecuali yang baik-baik saja. lnilah di antara keadaan orang-orang yang difirmankan Allah.

“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), ‘Salamun alaikum, masuklah kamu sekalian ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kalian kerjakan’.” (An-Nahl: 32).

Atau mereka yang mendapat sambutan para malaikat penjaga surga, “Kesejahteraan (dilimpahkan) kepada kalian. Berbahagialah kalian. Karena itu masuklah surga ini, sedang kalian kekal di dalamnya’.” (Az-Zumar: 73).

Huruf fa’ pada fadkhuluha di dalam ayat ini merupakan fa’ as-sababiyah. Dengan kata lain, dikarenakan kebaikan kalian, maka masuklah surga.

Allah juga telah memasangkan orang atau sesuatu yang baik dengan pasangannya yang baik pula. Begitu pula kebalikannya. Firman-Nya,

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki- laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji pula, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia.” (An-Nur: 26). Sekalipun memang ayat ini ditafsiri untuk laki-laki dan wanita, tapi maknanya lebih umum lagi dan mencakup untuk hal-hal yang lain.

Allah menjadikan yang baik dengan segala kesempurnaannya ada di surga dan menjadikan yang buruk dengan segala kesempurnaannya ada di neraka. Surga merupakan tempat yang dikhususkan bagi yang baik dan neraka merupakan tempat yang dikhususkan bagi yang buruk. Lalu di sana ada tempat lain yang di dalamnya bercampur antara yang baik dan buruk, yang tak lain adalah dunia yang kita tempati ini. Pada hari kiamat kelak, Allah akan memisahkan yang buruk dari yang baik, lalu masing-masing masuk ke tempatnya.

Artinya, Allah menjadikan kebahagiaan dan penderitaan sebagai tema yang harus diketahui. Pada diri seseorang ada dua elemen. Maka yang lebih berkuasa atas dirinya dari dua elemen ini, maka dia akan menjadi pengikutnya. Jika Allah menghendaki kebaikan pada dirinya, maka Dia mensucikannya sebelum mati, hingga pensucian dirinya tidak memerlukan api (neraka). Hikmahnya, Allah tak mau didekati seseorang dengan kekotorannya. Maka Dia memasukkannya ke neraka agar menjadi suci. Proses pensucian ini tergantung dari cepat atau lambatnya kotoran itu sirna. Karena orang musyrik itu serba kotor dirinya, maka dia sama sekali tidak bisa dibersihkan dan disucikan, seperti seekor anjing yang kenajisannya tetap tidak akan hilang, meskipun sudah dicemplungkan ke lautan. Karena orang Mukmin itu bersih dan terbebas dari kotoran, maka api haram menyentuhnya. Sebab tidak ada yang harus dibersihkan dalam dirinya. Mahasuci Allah, yang hikmah-Nya dapat dibaca orang-orang yang berakal.

Sumber: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Penerjemah: Kathur Suhardi. 2000. Mukhtashar Zadul-Ma’ad (Edisi Indonesia: Zaadul-Ma’ad Bekal Perjalanan Ke Akhirat). Jakarta: Pustaka Azzam. Halaman 4-6.